selamat membaca . semoga bermanfaat .
http://dnurningsih.blogspot.com
Akhir Dari Mimpi Buruk
DINA
@_@
Pekanbaru. 15 Januari 2011
08.18 – 11.56 Pm
Oleh : Dwinda Nurningsih
E_mail/Fb :
dwinda.nurningsih@yahoo.com
15
Januari 2011
Malam itu bintang betebaran di langit yang luas,
sinarnya sungguh sangat menenangkan, memberikan sepercik harapan dalam pekatnya
malam. Sungguh suasana yang sangat indah untuk dinikmati dan bertafakur akan
kebesaran Tuhan yang telah menciptakan kesempurnaan dan keselarasan malam itu.
Tapi keindahan yang tersaji malam itu sungguh tiada menggoreskan makna
kebahagiaan kepada keluarga pak Ferdi. Ia tetap merasakan dinginnya angin
sepoy-sepoy malam itu membelai dalam balutan sapa yang sangat mencekam. Membuat
hati dan fikirnya bertambah gundah, beku dalam penyesalan yang sulit untuk ia
maafkan.
“hiks……..hiks………hiks……bunda……bunda……..bundaaaaaaaaaaaaaaaa……. L ”
Pak Ferdi (ayah Dina)
kembali terjaga malam ini untuk yang kesekian kalinya, ia kembali mendengar
tangisan lirih Dina dalam tidurnya,
entah apa yang sedang menghantui fikiran si buah hatinya itu, tapi ia
yakin itu semua masih berkaitan dengan peristiwa 51 hari yang lalu. Saat Dina
harus merelakan kepergian ibunda dan neneknya dalam bencana yang terjadi di
Mentawai kampung nenek Dina pada 26 November 2010 lalu, saat mereka sekeluarga
berlibur sekaligus menjeenguk nenek yang sedang sakit. Tapi liburan itu
menggores luka yang teramat perih dihatinya dan juga Dina sang putri
sematawayangnya, karena bukan berita gembira akan kesembuhan nenek yang mereka
dengar, melainkan kejadian mengerikan yang memakan banyak korban. Dan bencana
itu telah merenggut banyak nyawa yang mungkin tidak berdosa, termasuk bunda dan
nenek Dina tercinta.
@_@
Dari celah pintu
kamar Dina, Pak Ferdi hanya dapat menatap Dina dengan tatapan iba, ia tak tega
melihat perubahan psikis Dina yang sangat mencolok. Ingatannya berputar kembali
kemasalalu saat istrinya masih ada disisi mereka, saat itu Dina dikenal sebagai
sosok gadis cilik yang sangat ceria, ramah, dan tatapan matanya yang indah
selalu memancarkan kebahagiaan. Tapi kini ……..itu semua telah hilang, sinarnya redup
direnggut trauma yang teramat dalam. Sosoknya yang ceria hilang tertelan
kesedihan yang selalu membuatnya murung. Dina yang dahulunya ceria saat ini
adalah sosok gadis cilik yang sangat pendiam. Sebagai seorang ayah, pak Ferdi
selalu berharap anaknya tumbuh dengan sempurna baik secara fisik maupun
psikisnya. Karena itulah dalam tatapan matanya yang basah oleh air mata
kesedihan itu pak Ferdi bermunajah kepada Allah dengan penuh harap, demi Dina
si gadis cilik yang menyandang status sebagai putri sematawayangnya.
“Ya Allah tuhan pemilik hati setiap insan….kuatkanlah hamba dalam
mendidik Dina, putri hamba….Sabarkanlah hati hamba dalam menghadapi cobaan Mu
ini Ya Allah …. Hamba ikhlas atas garis kehidupan yang telah Engkau perlihatkan
……… hamba ikhlas atas kepergian istri hamba ya Allah … tapi hamba mohon pada Mu
ya Allah …….. izinkanlah Dina tumbuh menjadi sosok gadis yang sholehah seperti
ibundanya ya Allah…. Hamba mohon kepada Mu ya Allah …… Zat pemilik segala yang
ada di dunia fana ini….” Pak Ferdi menangis dalam do’anya. Masih dari
sebalik pintu kamar Dina, pak Ferdi kembali mendengar pekik Dina dalam tidurnya
…………….namun kali ini terdengar lebih keras dari teriakannya yang pak Ferdi
dengar tadi .
“Bundaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa………………….” Pekik Dina yang membuatnya terjaga.
“Hiks …… Hiks ………… hiksssssss……………………Bunda … Dina rindu bunda ………..
bunda pulang ya bun …………….. Dina rindu ……..” dalam keadaan terjaganya, Dina
kembali menangis ……… badannya seketika dingin, tubuhnya gemetar kencang jantungnya
berdegub begitu cepatnya, membuat wajahnya pucat seketika. Dan saat itu juga
Pak Ferdi bergegas membuka pintu dan menghampiri anaknya, segera ia peluk Dina
dalam dekapan yang penuh kasih, penuh kehangatan dan perlindungannya sebagai
sosok seorang ayah yang kini merangkap profesi sebagai seorang bunda dalam
mendidik Dina. Butir bening air matapun tak kuasa tertahan berlinang membanjiri
pipi pak Ferdi, Badannya yang kekar seketika lemas menghadapi ini semua.
Sungguh sangat pahit keadaan ini mereka rasakan ….. apalagi di usia Dina yang
baru berjalan 6 tahun.
”Dina ….. jangan sedih ya nak ………. Disini ada ayah yang akan selalu
sayang sama Dina, kalau Dina sedih ayah juga sedih disini dan bunda juga ikut
sedih disisi Allah sana ….. jadi sekarang Dina berdo’a ya biar bunda bahagia
punya anak yang sholehah ….. jangan sedih ya sayang ” nasehat pak Ferdi
kepada Dina yang masih menggigil dalm dekapnya. Dina hanya mengangguk tiap kali
mendengar nasehat ayahnya, tapi mimpi buruk itu selalu dan selalu menyapa di
setiap pejaman matanya.
Dan air mata itu
belum dapat terseka…..
16
Januari 2011
“Ayah…kita liburan kerumah nenek lagi yuk
ayah……….kita jenguk ibu yuk yah, kasian ibu sendirian disana yah, ayah mau kan
yah ?” bibir mungil Dina yang terlihat pucat mengajukan permohonan kepada
ayahnya. Seketika itu juga Pak Ferdi tercengang mendengar permohonan Dina. Pak
Ferdi kembali menatap wajah Dina yang menunggu jawaban, dan dari sorot matanya
terlihat tatapan yang penuh harap akan adanya persetujuan sang ayah. Tapi tak
semudah itu pak Ferdi menyetujui permintaan Dina, dia sangat khawatir akan
psikologis Dina yang terguncang semenjak kejadian itu menimpa. Pak Ferdi tidak
menginginkan keadaan Dina menjadi semakin buruk jika ia meng iya_kan permohonan
Dina. Karena saat ini saja tubuh Dina yang mungil itu semakin terlihat kurus
dan lemas. Karena itulah pak Ferdi sengaja mengajak Dina kembali pulang ke
Pekanbaru seminggu setelah kejadian sampai sekarang dan menolak ajakan Dina
untuk berlibur ke rumah sang nenek di Padang itu secara halus dengan
kata-katanya yang menenangkan, menurutnya.
“Sayang, Kita ke rumah nenek jangan sekarang
ya ……… kan Dina juga harus sekolah, iya kan sayang? Nah kalo kita pergi liburan
lagi kerumah nenek dan berangkatnya sekarang, nanti nenek bias marah karna Dina
bolos sekolah ………… Dina ingat nggak, nenek juga bunda pernah bilang kan ke Dina
kalau mereka pengen Dina rajin sekolah…. Biar jadi anak pinter ”
“Iya yah Dina ingat ??? Trus kapan kita
kerumah nenek yah ??? Nenek sama Bunda udah nungguin Dina yah di sana. Ayah
kita pergi yuk yah ” tanyanya dalam tatapan sendunya tanpa arah.
“Ayah janji kalau Dina udah selesai
ujian….kita liburan lagi kerumah nenek. Jadi mulai sekarang Dina harus rajin
belajar ya sayang ya …………… ayah yakin kalau anak ayah bisa jadi juara kelas …… J”
“Tapi Dina maunya belajar bareng bunda yah…………….”
“Dina sayang coba sekali ini aja denger ayah
ya, bunda udah tenang di sisi Allah ……………jadi
belajarnya sama ayah aja ya………….kan ada ayah disini yang sayang dan mau ajarin
Dina” Dina hanya mengangguk dalam diam. Nanar sorot mata Dina mendengar ucapan
sang ayah, dia kembali tersadar dari mimpinya. Dan air mata itupun kembali tak
terseka. Dina tersadar dari harapan-harapan indahnya tentang bunda dan neneknya
yang sangat diharapkannya dapat kembali hidup di dunia ini dan Dina pun
berpaling. Teringat olehnya sosok seorang bunda dalam balutan anggun busana
rapinya, senyuman yang bersahaja, tuturkatanya yang lembut mempesona, tatapan
nya yang teduh dan menyejukkan, serta kasih dan sayangnya yang selalu
menghangatkan, betul-betul sempurna sosok bunda di hati Dina, sosok yang selalu
menasehatinya, sosok yang selalu menemaninya tapi itu semua hanya memori dalam
hati dan kehidupan Dina saat ini dan Dina kembali tersadar dari mimpi indah itu
yang hadir dalam keremang-remangan keadaan yang sedang dihadapinya. Saat Dina berpaling dan mengarahkan pandangannya
menatap wajah ayahnya kembali, Dina teringat sosok wajah yang kekar itu panik
berteriak dan berusaha menyelamatkannya, menyelamatkan bunda dan menyelamatkan
nenek dari air bah itu……….. namun keadaan itu begitu cepat berubah, dan semua
menjadi panik. Dina kembali teringat kejadian 52 hari yang lalu, air bah yang
tiba-tiba datang dan menyeret bunda dan neneknya dihadapannya sendiri. Dina
teringat akan air bah yang menghancurkan kampung halamannya. Dina teringat
teriakan-teriakan histeris penduduk sekitar menyebut air bah itu dengan sebutan
TSUNAMIIIIIIIII!. Dina kembali
teringat akan kejadian yang menggoreskan luka yang teramat pedih di hatinya,
luka yang sangat dalam. Tubuhnya menggigil, gemetar, dan ketakutan itu kembali
muncul kepermukaan ………………. Dan luka yang menganga lebar dihatinya itu membuat
segalanya menjadi gelap……………..
“Bunda ……………..ini Dina ………………… anakmu L _ J”
Dan kesedihan itu semakin dalam
tergores di atas suratan takdir Pak Ferdi.
_The
End_