Senin, 11 April 2011

Akhir Dari Mimpi Buruk Dina

selamat membaca . semoga bermanfaat . http://dnurningsih.blogspot.com


Akhir Dari Mimpi Buruk
DINA
@_@
Pekanbaru. 15 Januari 2011
08.18 – 11.56 Pm
Oleh : Dwinda Nurningsih
E_mail/Fb : dwinda.nurningsih@yahoo.com
15 Januari 2011
            Malam itu bintang betebaran di langit yang luas, sinarnya sungguh sangat menenangkan, memberikan sepercik harapan dalam pekatnya malam. Sungguh suasana yang sangat indah untuk dinikmati dan bertafakur akan kebesaran Tuhan yang telah menciptakan kesempurnaan dan keselarasan malam itu. Tapi keindahan yang tersaji malam itu sungguh tiada menggoreskan makna kebahagiaan kepada keluarga pak Ferdi. Ia tetap merasakan dinginnya angin sepoy-sepoy malam itu membelai dalam balutan sapa yang sangat mencekam. Membuat hati dan fikirnya bertambah gundah, beku dalam penyesalan yang sulit untuk ia maafkan.
hiks……..hiks………hiks……bunda……bunda……..bundaaaaaaaaaaaaaaaa……. L
Pak Ferdi (ayah Dina) kembali terjaga malam ini untuk yang kesekian kalinya, ia kembali mendengar tangisan lirih Dina dalam tidurnya,  entah apa yang sedang menghantui fikiran si buah hatinya itu, tapi ia yakin itu semua masih berkaitan dengan peristiwa 51 hari yang lalu. Saat Dina harus merelakan kepergian ibunda dan neneknya dalam bencana yang terjadi di Mentawai kampung nenek Dina pada 26 November 2010 lalu, saat mereka sekeluarga berlibur sekaligus menjeenguk nenek yang sedang sakit. Tapi liburan itu menggores luka yang teramat perih dihatinya dan juga Dina sang putri sematawayangnya, karena bukan berita gembira akan kesembuhan nenek yang mereka dengar, melainkan kejadian mengerikan yang memakan banyak korban. Dan bencana itu telah merenggut banyak nyawa yang mungkin tidak berdosa, termasuk bunda dan nenek Dina tercinta.
@_@
Dari celah pintu kamar Dina, Pak Ferdi hanya dapat menatap Dina dengan tatapan iba, ia tak tega melihat perubahan psikis Dina yang sangat mencolok. Ingatannya berputar kembali kemasalalu saat istrinya masih ada disisi mereka, saat itu Dina dikenal sebagai sosok gadis cilik yang sangat ceria, ramah, dan tatapan matanya yang indah selalu memancarkan kebahagiaan. Tapi kini ……..itu semua telah hilang, sinarnya redup direnggut trauma yang teramat dalam. Sosoknya yang ceria hilang tertelan kesedihan yang selalu membuatnya murung. Dina yang dahulunya ceria saat ini adalah sosok gadis cilik yang sangat pendiam. Sebagai seorang ayah, pak Ferdi selalu berharap anaknya tumbuh dengan sempurna baik secara fisik maupun psikisnya. Karena itulah dalam tatapan matanya yang basah oleh air mata kesedihan itu pak Ferdi bermunajah kepada Allah dengan penuh harap, demi Dina si gadis cilik yang menyandang status sebagai putri sematawayangnya.
Ya Allah tuhan pemilik hati setiap insan….kuatkanlah hamba dalam mendidik Dina, putri hamba….Sabarkanlah hati hamba dalam menghadapi cobaan Mu ini Ya Allah …. Hamba ikhlas atas garis kehidupan yang telah Engkau perlihatkan ……… hamba ikhlas atas kepergian istri hamba ya Allah … tapi hamba mohon pada Mu ya Allah …….. izinkanlah Dina tumbuh menjadi sosok gadis yang sholehah seperti ibundanya ya Allah…. Hamba mohon kepada Mu ya Allah …… Zat pemilik segala yang ada di dunia fana ini….” Pak Ferdi menangis dalam do’anya. Masih dari sebalik pintu kamar Dina, pak Ferdi kembali mendengar pekik Dina dalam tidurnya …………….namun kali ini terdengar lebih keras dari teriakannya yang pak Ferdi dengar tadi .
Bundaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa………………….  Pekik Dina yang membuatnya terjaga.
Hiks …… Hiks ………… hiksssssss……………………Bunda … Dina rindu bunda ……….. bunda pulang ya bun …………….. Dina rindu ……..” dalam keadaan terjaganya, Dina kembali menangis ……… badannya seketika dingin, tubuhnya gemetar kencang jantungnya berdegub begitu cepatnya, membuat wajahnya pucat seketika. Dan saat itu juga Pak Ferdi bergegas membuka pintu dan menghampiri anaknya, segera ia peluk Dina dalam dekapan yang penuh kasih, penuh kehangatan dan perlindungannya sebagai sosok seorang ayah yang kini merangkap profesi sebagai seorang bunda dalam mendidik Dina. Butir bening air matapun tak kuasa tertahan berlinang membanjiri pipi pak Ferdi, Badannya yang kekar seketika lemas menghadapi ini semua. Sungguh sangat pahit keadaan ini mereka rasakan ….. apalagi di usia Dina yang baru berjalan 6 tahun.
Dina ….. jangan sedih ya nak ………. Disini ada ayah yang akan selalu sayang sama Dina, kalau Dina sedih ayah juga sedih disini dan bunda juga ikut sedih disisi Allah sana ….. jadi sekarang Dina berdo’a ya biar bunda bahagia punya anak yang sholehah ….. jangan sedih ya sayang ” nasehat pak Ferdi kepada Dina yang masih menggigil dalm dekapnya. Dina hanya mengangguk tiap kali mendengar nasehat ayahnya, tapi mimpi buruk itu selalu dan selalu menyapa di setiap pejaman matanya.
Dan air mata itu belum dapat terseka…..
16 Januari 2011
            Ayah…kita liburan kerumah nenek lagi yuk ayah……….kita jenguk ibu yuk yah, kasian ibu sendirian disana yah, ayah mau kan yah ?” bibir mungil Dina yang terlihat pucat mengajukan permohonan kepada ayahnya. Seketika itu juga Pak Ferdi tercengang mendengar permohonan Dina. Pak Ferdi kembali menatap wajah Dina yang menunggu jawaban, dan dari sorot matanya terlihat tatapan yang penuh harap akan adanya persetujuan sang ayah. Tapi tak semudah itu pak Ferdi menyetujui permintaan Dina, dia sangat khawatir akan psikologis Dina yang terguncang semenjak kejadian itu menimpa. Pak Ferdi tidak menginginkan keadaan Dina menjadi semakin buruk jika ia meng iya_kan permohonan Dina. Karena saat ini saja tubuh Dina yang mungil itu semakin terlihat kurus dan lemas. Karena itulah pak Ferdi sengaja mengajak Dina kembali pulang ke Pekanbaru seminggu setelah kejadian sampai sekarang dan menolak ajakan Dina untuk berlibur ke rumah sang nenek di Padang itu secara halus dengan kata-katanya yang menenangkan, menurutnya.
            Sayang, Kita ke rumah nenek jangan sekarang ya ……… kan Dina juga harus sekolah, iya kan sayang? Nah kalo kita pergi liburan lagi kerumah nenek dan berangkatnya sekarang, nanti nenek bias marah karna Dina bolos sekolah ………… Dina ingat nggak, nenek juga bunda pernah bilang kan ke Dina kalau mereka pengen Dina rajin sekolah…. Biar jadi anak pinter
            Iya yah Dina ingat ??? Trus kapan kita kerumah nenek yah ??? Nenek sama Bunda udah nungguin Dina yah di sana. Ayah kita pergi yuk yah ” tanyanya dalam tatapan sendunya tanpa arah.
            Ayah janji kalau Dina udah selesai ujian….kita liburan lagi kerumah nenek. Jadi mulai sekarang Dina harus rajin belajar ya sayang ya …………… ayah yakin kalau anak ayah bisa jadi juara kelas …… J
            Tapi Dina maunya belajar bareng bunda yah…………….
            Dina sayang coba sekali ini aja denger ayah ya,  bunda udah tenang di sisi Allah ……………jadi belajarnya sama ayah aja ya………….kan ada ayah disini yang sayang dan mau ajarin Dina” Dina hanya mengangguk dalam diam. Nanar sorot mata Dina mendengar ucapan sang ayah, dia kembali tersadar dari mimpinya. Dan air mata itupun kembali tak terseka. Dina tersadar dari harapan-harapan indahnya tentang bunda dan neneknya yang sangat diharapkannya dapat kembali hidup di dunia ini dan Dina pun berpaling. Teringat olehnya sosok seorang bunda dalam balutan anggun busana rapinya, senyuman yang bersahaja, tuturkatanya yang lembut mempesona, tatapan nya yang teduh dan menyejukkan, serta kasih dan sayangnya yang selalu menghangatkan, betul-betul sempurna sosok bunda di hati Dina, sosok yang selalu menasehatinya, sosok yang selalu menemaninya tapi itu semua hanya memori dalam hati dan kehidupan Dina saat ini dan Dina kembali tersadar dari mimpi indah itu yang hadir dalam keremang-remangan keadaan yang sedang dihadapinya. Saat  Dina berpaling dan mengarahkan pandangannya menatap wajah ayahnya kembali, Dina teringat sosok wajah yang kekar itu panik berteriak dan berusaha menyelamatkannya, menyelamatkan bunda dan menyelamatkan nenek dari air bah itu……….. namun keadaan itu begitu cepat berubah, dan semua menjadi panik. Dina kembali teringat kejadian 52 hari yang lalu, air bah yang tiba-tiba datang dan menyeret bunda dan neneknya dihadapannya sendiri. Dina teringat akan air bah yang menghancurkan kampung halamannya. Dina teringat teriakan-teriakan histeris penduduk sekitar menyebut air bah itu dengan sebutan TSUNAMIIIIIIIII!. Dina kembali teringat akan kejadian yang menggoreskan luka yang teramat pedih di hatinya, luka yang sangat dalam. Tubuhnya menggigil, gemetar, dan ketakutan itu kembali muncul kepermukaan ………………. Dan luka yang menganga lebar dihatinya itu membuat segalanya menjadi gelap……………..
            Bunda ……………..ini Dina ………………… anakmu L _ J
Dan kesedihan itu semakin dalam tergores di atas suratan takdir Pak Ferdi.
_The End_