AKU MAU, KAMU
By : Dwinda Nurningsih ( Dn/06/11/2010/pku)
By : Dwinda Nurningsih ( Dn/06/11/2010/pku)
VMJ_(Virus Merah Jambu)
“Kamu
tau nggak sih Din, Low Ternyata si TedDy itu ......bla.bla.....bla..........”
Dengan penuh semangat Sari
menceritakan prihal gebetan barunya yang udah mulai nunjukin adanya sinyal
lampu hijau kepada nya. Tanpa peduli gimana ekspresi Ku yang mulai sebel
dengerin cerita sohip Ku yang satu ini, mana tuh cerita panjangnya sampai 100
episode dan hanya memeliki satu topik pembicaraan yaitu Teddy dari minggu ke
minggu. Hingga tanpa disadari Ku berucap
lirih.
“Kamu kena VMJ ya Ai? Whatever about Teddy Ai,
macem tak ada topik lain deh. Teddy
tarui ma”
Mendengar
kata-kata lirih Ku yang sebenarnya tak sengaja terucap tadi Sari sontak
terdiam.
“Nyebelin
banget deh sikap Kamu din ! aneh tau nggak sih Aku liadnya !” gerutu Sari dengan kesal sembari melangkah
meninggalkan ruangan kelas sesaat kemudian.
Menyikapi
sikap Sari yang penuh emosional itu Aku hanya dapat nelangsa sendiri.
“Hufft
........ salah lagi deh Aku ........ oh Gad, gemana lagi Aku harus bersikap
???”
_*_*_
Pagi ini mentari bersinar sangat
terik dibnadingkan hari-hari biasa, mungkin karena polusi udara di kota ku
semakain parah, tapi itu tak menjadi soal yang rumit dalam catatan deret
masalah yang harus Ku selesaikan hari ini. Pikirku malah berkutat seputar
polusi yang sedang meracuni persahabatan Ku dengan Sari. Gad ......... Aku
hanya ingin mencoba melindungi Sari, tapi kenapa Dia selalu menganggap Ku
sebagai sosok sahabat yang menyebalkan, aneh dan cuek ? Akhirnya Ku mantapkan
niat pagi ini untuk memulai pembicaraaan Ku kepada Sari setelah kejadian
kemarin dengan kata maaf.
Tak lama Ku menunggu akhirnya Sari
muncul juga, segera saja Ku berlari menghampirinya. Walau dengan perasaan yang
di penuhi kecemasan Aku pun mulai angkat bicara.
“Ai,
sory ya soal kemarin........aku beneran nggak sengaja, nggak ada niat ku buat
kamu sebel..........Sory ya Ai”
Tanpa
menghiraukan perkataan Ku, Sari malah mengusirku dengan kata-katanya.
“Din,
Lo bisa nggak pergi dari sebelah kursi Gw ? Gw lagi pengen sendiri”
“Ok
Ai, Aku tau Aku salah ....... Aku Cuma pengen Kamu maafin Aku, kita sahabat kan
?”
“Loe
bilang kita sahabat ??? Heh, asal Loe tau ya, sahabat itu kudu pengertian ! Loe
tu jauh bgt deh ama sosok sahabat yang sempurna dimata Gw! Loe gak pernah
ngertiin Gw. Bukan Cuma sekali ini Din! Tapi kemaren-kemaren sikap Loe lebih
parah! Capek Gw sahabatan ma Loe ..... Pergi sana!!!!!!!!”
“Pliiiizzzzzzz
Ai, maafin aku ya .......”
(Setidaknya
dengan mendengar kata maaf dari Mu bisa mengantar kepindahan Ku dengan perasaan
yang tenang sobat) gumam ku dalam hati ....... dengan tatapan sedih ku pandang
Sari dengan tatapan cemas. Dan ternyata yang kucemaskan itu mau tak mau harus
menjadi kennyataan. Persahabatan ku dan Sari hancur karena keegoisan dan
keanehan ku.
“Loe
tu tau bahasa Gw nggak sih ? Gw bilang Gw ge pengen sendiri ! Pergi sana Loe.....................!
Muak Gw liad muka loe disini”
“Ok,
Aku pergi”
Sumpeh, Aku heran banget ma sikap
Sari yang akhir-akhir ini sering berubah. Entah kenapa dan apa sebabnya Aku
juga nggak ngerti. Padahal biasanya kalau Aku buat salah yang bisa buat Sari
kesel, paling-paling Dia Cuma ngambek 10 menit trus baikan lagi deh. Tapi hari
ini kok beda ya ? Gad ...... kenapa jadi runyam seperti ini ?
“Ai
kenapa ya ? kok berubah”
Dengan
mata yang berkaca-kaca dan tatapan kosong menerawang ntah kemana kuratapi
kejadiaan yang menimpa persahabatan Ku dan sari pagi ini. Fikir ku pun sibuk
mencari alasan dan jawaban dari semua kejadian tadi. Tapi hasilnya nihil.
“Kenapa
kamu Din ? Kok kucel banget tampang mu ? Mana mata mu mau banjir lagi ?”
Tanpa
Ku sadari ternyata Ida telah berada di sebelah ku dan membuyarkan lamunan ku.
“Kagak
ada apa-apa, aku Cuma ge bingung mikirin penyebab perubahan sikap Sari ke aku
barusan tadi tuh....... Galak amat Dia pagi-pagi gini, dia udah nggak nganggap
aku sebagai sahabat Da...”
“Mmm.......Kalian
ge ada prablem ya ?”
“Ya
bisa dibilang gitu lah Da, Kamu tau kan Da, low aku tu kadang-kadang suka aneh,
kemarin aku ada keceplosan ngomong yang nggak ngenakin hati dia, mungkin bukan
hanya kemarin, tapi terlalu sering aku buat dia sakit karna kata-kata ku Da, ya jdi gni deh ..... Dia kesel dan marah ke
aku. Padahal biasanya dia low marah ndak pernah segitunya kali lah Da”
“Nah
tu kenapa ndak minta maaf aja Din”
“Udah
sih, tapi kagak mempan Da, aku yakin ada masalah laen yang buat dia marah sama
aku, tapi apa masalah itu aku juga kagak ngerti Da”
“Ya
kamu tulis surat aja buat dia Din, ntar biar aku yang nyampein deh ....... demi
persahabatan kita ap sih yang ngak ??? hehehe”
“Kamu
yakin ni bakalan mempan ?”
“Ya
coba aja dulu, Insya Allah mujarab deh”
Aku
hanya mengangguk mengiyakan kata-kata Ida. Low difikir-fikir sih ada baeknya
dicoba dan semoga ini berhasil. Karna ku ingin dihari-hari terakhir ku di SMA
ini persahabatan ku dengan Ida dan Sari terjalin indah. Tidak seperti ini.
Maafkan aku Sari............ L
_*_*_
2 HARI KEMUDIAN
“Ida........
Tunggu ......” dengan berlari kecil
ku coba mendekati Ida.
“Eh
kamu Din, Can I help U to do somthing sist ?”
“Aku
nitip surat ini ya untuk Sari, tolong sampaikan maaf ku Da, dan aku pesan ke
kamu untuk ngejaga persahabatan kita walaupun tanpa aku.”
“Kamu
ngomong apa sih Din ? Kagak ngerti aku ?”
“Hari
ini aku pindah......” Dengan mata berkaca-kaca Ku coba menjelaskan apa maksudku
kepada Ida. Tapi kata-kataku terpotong oleh keterkejutan Ida.
“Hah
? Gila loe ya Din ? Trus gimana dengan persahabatan kita ?” Ida terkejut dan
menitikkan air mata mendengar berita kepindahan Ku. Sungguh.....aku tak tega
melihat sahabat ku menangis dihadapn ku, ingin rasa hati ini memeluknya dan
berkata “Maafkan aku da........Jaga persahabatan kita walaupun tanpa aku disisi
kalian.....Love You Coz Allah Sist” tapi suasana hati ini begitu tak bersahabat,
baru beberapa langkah aku mendekati Ida, dia malah berlalu meninggalkan Ku
begitu saja. Aku tahu Kamu kecewa dengan sikap ku yang terlalu tertutup tentang
masalah ini. Tapi biarlah, walaupun begitu ku tahu Kamu tetap mencatat ku
sebagai sahabat mu walau hanya dalam hati. Ku dapat merasakan kasih sayang
persahabatan dari sorot mata Mu, dan dari derasnya air mata yang kamu curahkan
di hari terakhirku di sekolah ini.
Trima
kasih sahabat, Selamat Tinggal Sahabat ............ Ku kan sangat Merindukan
kalian :’( :’( :’(
_*_*_
10 TAHUN KEMUDIAN
“Din,
maafkan aku ........... Ternyata aku salah nilai sikap kamu waktu itu, aku
kangen sama kamu Din .......... kamu dimana ??? Kenapa kamu kagak pernah kasih
kabar lagi ke aku ? Ternyata ucapan mu bener ............. Teddy bukan orang yang
baik dalam kehidupan ku saat ini, aku udah salah langkah suka dan jadikan dia
pacar ku, padahal kamu udah ingetin aku kalau pacaran itu bakalan banyak
mudharatnya dalam hidup ku, tapi aku nggak percaya waktu itu..... aku salah
udah curahin semua rasa sayang ku ke Teddy, dan karena cemburu ku ke kamu, aku
jadi kehilangan kamu, dulu, sekarang dan mungkin selamanya ........... dan
saat-saat terakhir kamu harus pergi untuk pindah study pun aku nggak ada di
sisi kamu sebagai seorang sahabat ........... Bukan kamu yang salah Din,
nasehat-nasehat mu bener ...... tapi aku yang salah, aku terlalu emosional dan
egois” Sari bergumam dalam hati, entah kenapa hari ini ia sangat rindu kepada
sahabatnya yaitu “Dinda”, dia rindu dengan kepolosan Dinda, rindu akan
nasehat-nasehat Dinda yang baru dia sadari kebaikan dan kebenarannya setelah ia disakiti oleh si Teddy. Dan saat
itu Sari kembali teringat kejadian 4 tahun yang lalu, saat itu Ida menyampaikan
surat dari Dinda untuk nya, tapi karena emosi yang masih memenuhi hatinya,
surat itu tak ia baca dan hanya ia letakkan dalam laci meja belajarnya. Tapi
entah dimana sekarang surat itu ? Sari bergegas berlari dari taman rumahnya
menuju kamar untuk mencari dimana surat itu berada. dengan sekejap mata kamar
nya telah disulap bagaikan kapal pecah. Itu semua demi secarik kertas dari
Dinda yang dahulu tak dihiraukannya. Setelah 1 jam dia mencari, akhirnya surat
itu ia temukan di laci dalam almari tepatnya di tumpukan paling bawah dari buku-buku
SMA nya dahulu. Tanpa basa basi surat itu langsung ia buka, walaupun bergegas
ia tetap hati-hati karena itu surat terakhir dari Dinda untuknya.
Dear Mayang Sari (Sahabat Ku Tersayang).
Sahabat
ku maafkan aku, Aku akui ku tak bisa menjadi MITOKONDRIA yang selalu dapat menjadi pembangkit energi positif
yang berguna bagi persahabatan ini, tak mampu menjadi LISOSOM & MAKROFAG yang selalu menjadi pelindung dari segala
bahaya yang mengancam persahabatan ini, dan tindakan ku tak secepat NEURON dalam membaca situasi yang
terjadi dalam persahabatan ini, begitupun dengan sifat dan sikap ku tak mampu
menjadi TROMBOSIT yang senantiasa
menjaga kekentalan persahabatan ini, atau mungkin kehadiran ku dalam
persahabatan ini bagaikan MAST CELL
yang dapat membuat mu alergi, tapi ingatlah sahabat ku .......... dari segala
kekurangan yang ku miliki, ku kan tetap setia menjadi PLASTIDA yang kan selalu memberi warna dalam persahabatan ini,
menjadi AKAR yang senantiasa
mengokohkan persahabatan kita ........... selamanya.
_Adinda
Prawita_
“Din
maafin aku ........aku sayang kamu sobat,......” dengan bibir yang bergetar dan
tangis yang tertahan dipeluknya surat itu dengan harapan dapat meredam
kerinduannya akan sosok Dinda yang kini ntah kemana.
_*_*_
Dibelahan bumi yang lain, sesosok
wanita paruh baya tampak terduduk lesu di pojok ruangan rawat di sebuah Rumasakit,
air mukanya menampakkan kesedihan, dan garis hitam di sekeliling matanya
menggambarkan kelelahan, betapa tidak ............. telah 2 tahun lamanya dia
setia menanti buah hatinya yang terbaring koma di rumasakit itu, berbagai macam
alternatif pengobatan telah ia upayakan demi kesembuhan buah hatinya itu.
Semenjak bencana gempa bumi di jogja 26 mei 2006 itu buah hati satu-satunya
yang palin ia sayangi harus terbaring koma dan sejak saat itulah harta kekayaan
mereka lambat laun terkikis habis hanya untuk biaya.
“Dinda
........... bangun Din, Ibu sayang sama kamu nak ............... Ibu menyesal
menyetujui keputusan bapak mu untuk mengirim mu ke jogja, ke tempat bude mu
nak..............bukannya ilmu yang lebih baik yang kamu dapat disana, tapi
malah ujian seperti ini yang kamu dapat sayang .................. maafkan ibu
Din” Sesalnya di selah-selah isak tangis yang tak pernah berhenti meratapi
nasip keluarganay. Dipandanginya wajah putri nya itu yang tampak sangat pucat,
tak terlihat lagi keceriaan yang dulu selalu tampak diwajah ovalnya, tak ada
lagi sorot kebahagiaan dan semangat yang terpancar dari sorot matanya yang
bundar, dan bibirnya mungil merona alami yang selalu mengeluarkan kata-kata
nasehat itu tlah 2 tahun tak lagi dilihatnya, Dia tampak sangat menyesal,
karena sikapnya yang memindahkan sekolah anaknya dari Pekanbaru ke Jogja malah
membuahkan bencana yang belum tampak ujungnya. Sepuluh tahun yang lalu Bu
Martilar tampak sangat bangga akan kepergian putri sematawayangnya untuk
menuntut ilmu ke Jogja, tapi kebanggaan itu kini malah berubah menjadi sebuah
penyesalan yang harus Ia ratapi.
“Tuhan
.......... Mimpiku akan kebahagiaan anakku begitu indah, tapi Ketentuan Mu
kuharap akan melebihi keindahan mimpi ku ........ Selamatkanlah anak ku
Tuhan......” Rintihnya dalam do’a. Dan saat ini, rumasakit Awal Bross menjadi
saksi bisu kesedihannya. Entah kapan semua ini akan berakhir.
_*_*_
1 MINGGU KEMUDIAN
“Kring.Kring.................”
Telpn rumah Ida berbunyi nyaring pagi itu,
“Assalamualaikum,
sapa ni ?” Ida memulai pembicaraan.
“Walaikumsalam,
Da ini aku Sari.........kamu free kan hari ini ?”
“Oh
kamu Ai, tumben pagi-pagi udah telpon aku....ada apa ?”
“Temenin
aku ke Rumasakit Awal Bros dong Da ? Aku mau priksa, coz low lagi DPT perut ku
tu sakit nya parah kan ? mau ya Da temenin aku ?”
“Oke
deh, tunggu 15 menit lagi aku sampe dirumah mu ........ see you sist”
15 menit kemudian
“Tin-tin.............
Ai ni aku Ida,.......”
“Wait
a minut sist, I’m coming ........ Ma, Ai berangkat dulu ma ........... Assalamualaikum”
“Walaikumussalam,
hati-hati di jalan ya ......” Triak mama Sari dari dalam rumahnya.
Tak lama kemudian sampailah mereka
di parkiran Rumasakit Awalbros, setelah memarkirkan motor mereka ditempat yang
mereka anggap PW, mereka pun bergegas menuju pintu utama rumasakit. Karena
tergesa-gesa Sari sampai menabrak seorang wanita paruh baya yang berjalan
gontai dengan pandangan kosong menerawang.
“Aduh............
eh, maaf bu maaf....... saya tidak sengaja”
“Ia
nak ndak apa-apa lain kali hati-hati ya nak....” Kata wanita itu dengan lirih,
tapi suara itu membuat sari sejenak tertegum mengingatkan nya kepada seseorang
yang dulu sangat familiar dia rasakan....... dan ternyata dugaan nya benar,
setelah diperhatikannya wanita paruh baya itu ternyata adalah Ibu Martilar,
yang tak lain adalah ibunda dari sahabatnya yaitu Dinda.
“Tante .............!!!” sapaan sari yang
membuat wanita paruh baya itu menoleh.
“Sari...........Ida............kalian
disini nak ???”
Wanita paruh baya itu ternyata masih mengingat
kedua sahabat putrinya itu, dengan air mata yang tercurah lepas Bu Martilar pun
menceritakan kejadian yang menimpa putrinya 2 tahun terakhir ini, dia juga
meminta maaf kepada Ida dan Sari karena 10 tahun yang lalu sempat menyembunyikan
keberadaan putrinya, itu semua Ia lakukan karena permintaan dari Dinda (putri
semata wayangnya) yang tak ingin keberadaan nya diketahui oleh Sari, dia merasa
sangat bersalah, dan perasaan bersalah itulah yang dibawanya hingga saat ini.
Saat dimana Dinda harus berjuang melawan kematian. Mendengar cerita ibu
Martilar akan keadaan Dinda saat ini, Sari Dan ida langsung menangis histeris,
tak disangkanya ternyata selama ini Dinda yang selama ini menghilang haruslah
berjuang seorang diri melawan rasa sakit yang dideritanya. Sari membatalkan
niatnya untuk periksa kesehatan hari ini, dia lebih memilih menjenguk
sahabatnya yang sedang terbaring tak berdaya di ruangan rawatnya.
“Din.........ini
aku sari...........bangun Din, bangun ........... aku pengen minta maaf ke kamu
........... jangan pergi Din, kami semua sayang kamu............... ”Ida hanya
menangis melihat semua itu dengan tatapan tak percaya dengan realita hidup yang
sedang dihadapinya, benarkah yang dihadapannya saat ini adalah Adinda Prawita sahabatnya
yang meninggalkannya 10 tahun yang lalu ?
Tangis
mereka semakin menjadi, saat didengar sirine yang menunjukkan tanda bahwa
ternyata Dinda akan pergi untuk selamanya. Dinda meninggal dunia pagi ini.Bu
Martilar pun tampak sangat terpukul akan kepergian putri sematawayangnya untuk
selamanya. Hingga akhirnya Bu Martilar tak sadarkan diri, lemas dan akhirnya
terjatuh tak mampu menerima kenyataan yang begitu pahit, setelah ia berhasil
mengikhlaskan kepergian suaminya yang
meninggalkannya 5 tahun yang lalu karena sakit gula basah yang
didieritanya kini Ia harus kempali merasakan kepedihan yang begitu sangat
membuatnya terpukul. Karena Adinda Prawita putri satu-satunya harus menyusul
kepergian suaminya.
_*_*_
Esok Harinya
Bu martilar masih
tampak sangat terpukul dengan kepergian putrinya, dia tak henti-hentinya
menangis dipelukan Ida di dekat pemakaman Dinda.
“Slamat
jalan Dinda .............ada atau tak ada kamu di dunia ini, Aku Mau, Kamu tetap hidup dalam hatiku
.......... sebagai sahabat yang selalu setia menasehati ku seperti dulu
........... kaulah sahabat terbaik ku” ucap Sari saat menaburkan bunga di atas
nisan Adinda Prawita.
MAAFKAN AKU SAHABAT
Sahabat
Tiada
kata yang dapat ku ucap
Selain
kata maaf dan penyesalan
Sahabat
Kusadari
dulu aku sangatlah egois
Hingga
kehancuran persahabatan kita menjadi taruhan
Jika
dahulu aku lebih sabar
Mungkin
senyuman manis mu diakhir perjumpaan
Kita
Akan
menjadi memori terindah
Tapi
kesabaran itu jauh..........
Hingga
hancur lah semuanya
nasi
telah menjadi bubur
Kini
hanya nisan mu yang dapat ku pandang
Maafkan
aku sahabat
Kutlah
melukai mu, dan rasa sakit itu
Harus
kau bawa hingga akhir hidup mu
Aku mau, kamu
Selalu
menjadi sahabat dalam hati ku.
Selamanya
By : Sahabat mu
_Mayang
Sari_
Selamat jalan sahabat
ku...................semoga kamu tersenyum disana saat melihat kami semua
menangis karena kepergian mu.
The End