Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan petunjuk_Nya Makalah ini dapat diselesaikan. Pembuatan makalah ini merupakan salah satu syarat guna melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan dalam bentuk Tugas Mandiri bagi setiap mahasiswa/I pada Universitas Islam Riau program studi Ilmu Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan semester 1. Dapat disadari tanpa adanya kesempatan dan bimbingan dari bapak Drs. H. Alamarsyah, M.Pd selaku dosen pada mata kuliah Pengantar Pendidikan kepada penulis, makalah ini tidak akan selesai. Oleh karena itu pada kesempatan ini diucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan petunjuk_Nya Makalah ini dapat diselesaikan. Pembuatan makalah ini merupakan salah satu syarat guna melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan dalam bentuk Tugas Mandiri bagi setiap mahasiswa/I pada Universitas Islam Riau program studi Ilmu Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan semester 1. Dapat disadari tanpa adanya kesempatan dan bimbingan dari bapak Drs. H. Alamarsyah, M.Pd selaku dosen pada mata kuliah Pengantar Pendidikan kepada penulis, makalah ini tidak akan selesai. Oleh karena itu pada kesempatan ini diucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Meskipun makalah ini telah selesai,
penulis sadar bahwa makalah ini perlu untuk dikaji kembali guna adanya suatu
perbaikan dalam mencapai suatu kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan.
Pekanbaru,
Januari 2011
Penulis
Daftar Isi :
Kata
Pengantar ………………..…………………………………………………………………..
1
Daftar
Isi …………………..………………………………………………………………..
2 - 3
Bab
1 Pendahuluan …………..………………………………………………………………
4
1.1 Latar
Belakang …………………………………………………………………… 4
1.2 Rumusan
Masalah …………………………………………………………………… 4
1.3 Tujuan
Penulisan Makalah ……………………………………………………
5
1.4 Sistematika
Penulisan ……………………………………………………
5
1.5 Manfaat
Penulisan Makalah ……………………………………………………
5
Bab 2 Pembahasan ………………………………………………………………………….
6
2.1 Permasalahan Pokok
Pendidikan …………………………………………………….6
2.2 Jenis Permasalahan
Pokok Pendidikan …………………………………………….6 -
10
2.2a Masalah pemerataan Pendidikan ………………………………………………………………………………6 - 7
2.2b
Masalah Mutu pendidikan ……………………………………………………………………………………………7
- 8
2.2c
Masalah Efisiensi Pendidikan ………………………………………………………………………………8
- 9
2.2d
Masalah Relevansi Pendidikan ………………………………………………………………………………10
2.3 Saling Keterkaitan
antara Masalah Pokok Pendidikan ……………………………..10
2.4 Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan …….10
2.5 Permasalahan Aktual
Pendidikan dan Penanggulangannya ……………………..10
- 14
2.5a Kurikulum …………………………………………………………………………………………………………………………11
2.5b
Biaya Pendidikan ……………………………………………………………………………………………………………11
- 12
2.5c
Tujuan Pendidikan ……………………………………………………………………………………………………………12
2.5d
Kontroversi Diselenggarakannya Ujian nasional (UN) …………………………………………………….12 - 13
2.5e
Kerusakan fasilitas Sekolah ………………………………………………………………………………………………13
2.5f
Disahkannya RUU BHP menjadi Undang-Undang ………………………………………………………14
2.6 Upaya
Penanggulangan Permasalahan Pendidikan ………………………………14-15
Bab
3 Penutup …………………………………………………………………………………….…
16
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………16
3.2 Kritik dan saran ……………………………………………………………………....16
Daftar
Pustaka ………………………………………………………………………17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pendidikan
mempunyai tugas menyiapkan sumberdaya manusia yang unggul untuk pembangunan.
Namun dewasa ini di Negara kita khususnya dalam bidang pendidikan masih belum
menampakkan hasil yang maksimal, hal ini dekarenakan pendidikan selalu
menghadapi masalah misalnya selalu terdapat kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan hasil yang dapat dicapai dari proses pendidikan itu sendiri.
Masalah yang dimaksud sebagai permasalahan pendidikan diantaranya yaitu :
1.1a Masalah pemerataan pendidikan
1.1b Masalah mutu pendidikan
1.1c Masalah efisiensi pendidikan
1.1d Masalah relevensi pendidikan
Dan
keempat masalah tersebut akan dibahas dalam makalah ini beserta upaya yang
diharapkan dapat menanggulanginya. Selain itu kenyataan semakin tertinggalnya
pendidikan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain, harusnya membuat kita
lebih termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya masalah pendidikan yang muncul
ke permukaan merupakan gambaran praktek pendidikan kita serta teguran bagi
Negara kita untuk berbenah diri.
1.2 RUMUSAN MAKALAH
1.2a Apa permasalahan pokok pendidikan ?
1.2b Apa jenis permasalan pokok pendidikan ?
1.2c Adakah saling keterkaitannya antara masalah
pokok pendidikan ?
1.2d Faktor-faktor apa yang mempengaruhi
perkembangan permasalahan pendidikan ?
1.2e Apa masalah actual pendidikan di Indonesia ?
1.2f Bagaimana cara
penanggulangan permasalahan pendidikan ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
MAKALAH
Sesuai
dengan rumusan makalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penulisan
makalah tentang permasalahan pendidikan ini diarahkan untuk :
1.3a menuliskan 4 macam masalah pokok pendidikan
1.3b menjelaskan saling hubungan antara
masalah-masalah pokok pendidikan
1.3c menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi
perkembangn permasalahan pendidikan
1.3d menjelaskan masalah actual pendidikan di
Indonesia
1.3e menjelaskan upaya penanggulangan permasalahan
pendidikan .
1.4 SISTEMATIKA
PENULISAN
Klasifikasi
sistematika penulisan makalah ini sebagai berikut :
BAB
I : Pendahuluan yang berisikan
latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penulisan
masalah, dan sistematika penulisan.
BAB
II : Membahas mengenai isi
makalah yang tercantum dalam rumusan masalah.
BAB
III : Merupakan penyampaian
terakhir dari makalah. Berisikan mengenai kesimpulan dari isi makalah.
1.5 MANFAAT PENULISAN
MAKALAH
1.5a Bagi Pemerintah
ü Bisa dijadikan sebagai
sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia serta mengantaskan permasalahan-permasalahan
yang ada di Indonesia.
1.5b Bagi Guru
ü Bisa dijadikan sebagai
acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik
dimasa yang akan datang.
1.5c Bagi Mahasiswa
ü Bisa dijadikan sebagai bahan
kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan
meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PERMASALAHAN
POKOK PENDIDIKAN
Sistem
pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan social budaya dan
masyarakat sebagai suprasistem sehingga menciptakan kondisi yang sedemikian
rupa dan permasalahan interen system pendidikan itu menjadi sangat kompleks.
Artinya, permasalahan interen dalam system pendidikan kaitannya dengan
masalah-masalah diluar system pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu
hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi social budaya
dan ekonomi masyarakat disekitarnya, dan masih banyak lagi factor-faktor
lainnya di luar system persekolahan yang berkitn dengan mutu hasil belajar
tersebut.
Namun pada dasarnya ada dua masalah
pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini yaitu :
ü Bagaimana
semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
ü Bagaimana
pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterammpilan kerja yang mantap
untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat.
2.2 JENIS
PERMASALAHAN POKOK PENDIDIKAN
Ada empat masalah pokok pendidikan
yang telah menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan
penanggulangannya, yaitu :
2.2a Masalah Pemerataan Pendidikan
Masalah pemerataan pendidikan adalah
persoalan bagaimana system pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan,
sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia
untuk menunjang pembangunan.
Pada masa awalnya, di tanah air kita
pemerataan pendidikan itu telah dinyatakan di dalam Undang-Undang No. 4 Tahun
1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dengan pengajaran di sekolah. Pada Bab XI,
pasl 17 berbunyi :
“Tiap-tiap warga negara RI
mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika
syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu
dipenuhi”
Selanjutnya dalam kaitannya dengan
wajib belajar Bab VI, pasal 10 Ayat 1, menyatakan :“Semua anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang berumur 8 tahun
diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya”. Ayat 2
menyatakan : “Belajar di sekolah agama
yang telah mendapat pengakuan dari materi agama dianggap telah memenuhi kewajiban
belajar”.
Pemecahan
Masalah Pemerataan Pendidikan ditempuh melalui dua cara, yaitu :
ü Cara Konvensional
a. Menbangun
gedung sekolah seperti SD Inpers dan atau ruangan belajar.
b. Menggunakan
gedung sekolah untuk double shift (system
bergantian padi dan sore).
ü Cara Inovatif
a. Sistem
Pamong atau Inpact System (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru).
Sistem tersebut dirintis di solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi.
b. SD
kecil pada daerah terpencil
c. Sistem
Guru Kunjung
d. SMP
terbuka
e. Kejar
paket A dan B
f. Belajar
Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka
2.2b Masalah Mutu Pendidikan
Mutu
pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti
yang diharapkan. Hasil yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses
belajar yang bermutu. Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan
mutu.
Ada
2 faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang
bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikuan :
ü Pertama, gerakan
perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan dan kesempatan pendidikan bagi
rakyat banyak memerlukan penghimpunan dana dan daya.
ü Kedua, kondisi
satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan mutu
karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidik yang
kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai, dan
seterusnya.
Umumnya
mutu pendidikan di pedesaan lebih rendah dari mutu pendidikan di perkotaan.
Acuan usaha pemerataan mutu pendidikan bermaksud agar system pendidikan khususnya
system persekolahan dengan segala jenis dan jenjangnya di seluruh pelosok tanah
air (kota dan desa) mengalami peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan situasi
dan kondisinya masing-masing.
Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan
Meskipun
untuk tiap-tiap jenis dan jenjang masing-masing memiliki kekhususan, namun pada
dasarnya pemecahan masalah mutu pendidikan bersasaran pada perbaikan kualitas
komponen pendidikan (utamanya komponen masukkan mentah untuk jenjang pendidikan
menengah dan tinggi dan komponen masukan instrumental) serta mobilitas
komponen-komponen tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat
meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik,
yang akhirnya dapat meningkatkan hasil pendidikan.
2.2c Masalah Efisiensi Pendidikan
Masalah
efisiansi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu system pendidikan
mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika
penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensi tinggi. Jika terjadi
sebaliknya, efisiensi berate rendah.
Beberapa
masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah :
a.
Bagaimana
tenaga kependidikan difungsikan ?
Masalah
ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pembangunan tenaga. Masalah
pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia dengan
jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Masalah penempatan guru, khususnya
guru bidang penempatan atudy, sering mengalami kepincangan, tidak disesuaikan
dengan kebutuhan di lapangan. Masalah pengembangan tenaga kependidikan di
lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum
baru dan setiap pembaruan kurikulum menurut adanya penyesuaian dari para
pelaksana di lapangan.
b.
Bagaimana
perasarana dan sarana pendidikan digunakan ?
Penggunaan
sarana dan prasarana pendidikan yang tidak efisien bias terjadi antara lain
sebagai akibat kurang matangnya perencanaan. Banyak gedung SD Inpres karena
beberapa sebab dibangun pada lokasi yang tidak tepat, akibatnya banyak SD yang
kekurangan murid atau yang ruang belajarnya kosong.
c.
Bagaimana
pendidikan diselenggarakan ?
Dalam
penyelenggaraan pendidikan di masa transisi yang relative lama ini proses
pendidikan berlangsung kurang efisien dan efektif. Hal ini dapat dilihat dengan
seringnya kebijakan pemerintah merubah kurikulum pendidikan nasional, padahal
perubahan kurikulum sering membawa akibat tidak dipakainya lagi buku-buku dan
perangkat lainnya. Namun perubahan kurikulum tidak selamanya buruk, karena
perubahan kurikulum itu sendiri diselaraskan dengan perkembangan zaman di masa
globalisasi ini.
d.
Masalah
efisiensi dalam memfungsikan tenaga ?
Pada
pasal 28 UU RI no. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS menyatakan bahwa
penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jenjang pendidikan
hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang mengajar.
Namun pada kenyataanya di Indonesia ini sangat kurang efisien dalam
memfungsikan tenaga pendidik, mengapa demikian ? karena di Indonesia ini masih
banyak tenaga pendidik yang diizinkan untuk mengajar padahal tidak memiliki
akta mengajr, dan juga masih banyak penempatan tenaga pengajar yang kurang
sesuai, misalnya D3 masih diperkenankan mengajar SMP atau SMA sehingga tenaga
pendidik yang demikian dapat dianggap kurang kompeten dibidangnya.
2.2d Masalah Relevansi Pendidikan
Masalah
relevansi pendidikan mencakup sejauh mana system pendidikan dapat menghasilkan
luaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah seperti
yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.
2.3 Saling
Keterkaitan antara masalah pokok pendidikan
Meskipun keempat masalah pendikan
dapat dibedakan satu sama lain, namun dalam kenyataan pelaksanaan pendidikan
dilapangan masalah-masalah tersebut saling berkaitan.
Pada dasarnya pembangunan di bidang
pendidikan tentu menginginkan tercapainya pemerataan pendidikan dan pendidikan
yang bermutu sekaligus. Dan masalah pemerataan pendidikan serta kekompetenan
suatu tenagaa pengajar sangat berkaitan dengan mutu pendidikan yang akan
dihasilkan.
2.4 faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah
pendidikan
Permasalahan pokok pendidikan
merupakan masalah pembangunan mikro, yaitu masalh-masalah yang berlangsung di
dalam system pendidikan sendiri. Masalah mikro tersebut berkaitan dengan
masalah makro pembangunan, yaitu masalah diluar system pendidikan, sehingga
juga harus diperhitungkan didalam memecahkan masalah mikro pendidikan.
Masalah-masalah makro yang merupakan
factor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan yaitu :
ü Perkembangan
IPTEK dan seni
ü Laju
pertumbuhan penduduk
ü Aspirasi
masyarakat
ü Keterbelakangan
budaya dan sarana kehidupan
2.5 permasalahan
actual pendidikan di Indonesia
Masalah actual pendidikan ada yang
mengenai konsep dan ada pula yang
mengenai pelaksanaannya. Misalnya
munculnya kurikulum baru adalah masalah konsep dan selanjutnya jika suatu
kurikulum sudah cukup andal, dapat dilaksanakan apa tidak. Jika tidak,
timbullah masalah pelaksanaan atau massalah oprasionalnya.
Untuk lebih lengkapnya permasalahan-permasalahan
actual pendidikan di tanah air Indonesia akan dibahas lebih lengkap dalam
uraian dibawah ini :
2.5a. Kurikulum
Kurikulum
kita yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang
maksimal dan masih tetap saja. Gembar-gembor kurikulum baru, katanya lebih
baiklah, lebih tepat sasaran. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis
dalam mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum.
Perubahan kurikulum yang terus-menerus, pada prateknya kita tidak tau apa
maksudnya dan yang beda hanya bukunya.
Pemerintah
sendiri seakan tutup mata, bahwa dalam prakteknya Guru di Indonesia yang layak
mengajar hanya 60% dan sisanya masih perlu pembenahan. Hal ini terjadi karena
pemerintah menginkan hasil yang baik tapi lupa dengan elemen-elemen dasar dalam
pendidikan. Contohnya guru, banyak guru honorer yang masih susah payah
mencukupi kebutuhannya sendiri. Kegagalan dalam kurikulum kita juga disebabkan
oleh kurangnya pelatihan skill, kurangnya sosialisasi dan pembinaan terhadap
kurikulum baru. Elemen dasar ini lah yang menentukan keberhasilan pendidikan
yang kita tempuh. Menurut slogan jawa, guru itu digugu dan ditiru, tapi fakta
yang ada, banyak masyarakat yang memandang rendah terhadap profesi guru,
padahal tanpa guru kita tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini.
2.5b Biaya Pendidikan
Akhir-akhir
ini biaya pendidikan semakin mahal, seperti mengalami kenaikan BBM. Banyak
masyarakat yang memiliki persepsi pendidikan itu mahal dan lebih parahnya
banyak pula pejabat pendidikan yang ngomong, kalau pengen pendidikan yang
berkualitas konsekuensinya harus membayar mahal. Pendidikan sekarang ini
seperti diperjual-belikan bagi kalangan kapitalis pendidikan dan pemerintah
sendiri seolah membiarkan saja dan lepas tangan.
Sekarang ini
memang digalakan program wajib belajar 9 tahun dengan bantuan Bos. Tapi
bagaimana dengan daerah-daerah yang terpencil nan jauh disana?? Apa mereka
sudah mengenyam pendidikan?? Padahal mereka sebagai WNI berhak mendapatkan
pendidikan yang layak.
Akhir-akhir
ini pemerintah dalam system pendidikan yang baru akan membagi pendidikan
menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal mandiri.
Pembagian jalur ini berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan finansial
siswa. Jalur formal mandiri diperuntukkan bagi siswa yang mapan secara akademik
maupun finansial. Sedangkan jalur formal standar diperuntukkan bagi siswa yang
secara finansial bisa dikatakan kurang bahkan tidak mampu. Hal ini saya rasa
sangat konyol, bukankah kebijakan ini sama saja dengan mengotak-kotakan
pendidikan kita, mau dikemanakan pendidikan kita bila kita terus diam dan
pasrah menerima keputusan Pemerintah?? Ironis sekali bila kebijakan ini
benar-benar terjadi.
2.5c. Tujuan pendidikan
Katanya
pendidikan itu mencerdaskan, tapi kenyataannya pendidikan itu menyesatkan.
Bagaiamana tidak? Lihat saja kualitas pendidikan kita hanya diukur dari ijazah
yang kita dapat. Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya
dan banyak pula yang membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat).
Bukankah ini memalukan?? Berarti kalau kita punya uang maka kita tidak
usah sekolah tapi sama dengan yang sekolah karena memiliki ijasah. Harusnya
pendidikan itu menciptakan siswa yang memiliki daya nalar yang tinggi, memiliki
analisis tentang apa yang terjadi sehingga bila di terjunkan dalam suatu
permasalahan dapat mengambil suatu keputusan.
2.5d. Kontoversi diselenggaraknnya UN
Perdebatan
mengenai Ujian Nasional (UN) sebenarnya sudah terjadi saat kebijakan tersebut
mulai digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003. UN atau pada awalnya bernama
Ujian Akhir Nasional (UAN) menjadi pengganti kebijakan Evaluasi Belajar Tahap
Akhir Nasional (Ebtanas). Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan (Koran Tempo, 4
Februari 2005), setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN. Pertama,
aspek pedagogis. Dalam ilmu
kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN
hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak
diujikan sebagai penentu kelulusan. Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan
bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi
lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan,
dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang
ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Pasal 58 ayat 1 menyatakan, evaluasi
hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Kenyataannya, selain merampas hak guru melakukan penilaian, UN mengabaikan
unsur penilaian yang berupa proses. Selain itu, pada pasal 59 ayat 1
dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap
pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN
pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang
sebenarnya merupakan tugas pendidik. Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang
diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada
tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun
2004/2005. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang
tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan
di sekolah ataupun di rumah. Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya.
Tahun 2005, dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum
ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Pada 2005 memang disebutkan pendanaan
UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya, sehingga sangat
memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat
sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem
pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas
pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penyimpangan
(korupsi) dana UN.
2.5e. Kerusakan fasilitas sekolah
Nanang Fatah,
pakar pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengatakan, sekitar 60
persen bangunan sekolah di Indonesia rusak berat. Kerusakan bangunan sekolah
tersebut berkaitan dengan usia bangunan yang sudah tua. Untuk mengantisipasi
hal tersebut, sejak tahun 2000-2005 telah dilaksankan proyek perbaikan
infrastruktur sekolah oleh Bank Dunia, dengan mengucurkan dana Bank Dunia pada
Komite Sekolah. Kerusakan bangunan pendidikan jelas akan mempengaruhi kualitas
pendidikan karena secara psikologis seorang anak akan merasa tidak nyaman
belajar pada kondisi ruanagan yang hamper roboh.
2.5f. Disahkannya RUU BHP menjadi Undang- Undang
DPR RI telah
mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) menjadi Undang-Undang.
Selama tiga tahun itupula, UU yang berisi 14 bab dan 69 pasal banyak mengalami
perubahan. Namun, disahkannya UU BHP ini banyak menuai protes dari kalangan
mahasiswa yang khawatir akan terjadinya komersialisasi dan liberalisasi
terhadap dunia pendidikan. Rabu, 17 Desember 2008, suara mahasiswa Universitas
Indonesia yang memprotes pengesahan RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) sudah
semakin tipis. Namun, teriakan tetap mereka lantangkan di lobi Gedung Nusantara
II DPR, Rabu (17/12) sore.
Ketua BEM UI
2008 Edwin Nafsa Naufal mengatakan, mereka sudah mengawal pembahasan RUU ini
selama 3 tahun. Bahkan, sebuah konsep tandingan sudah disiapkan. Segala
aspirasi dan masukan, sudah disampaikan kepada Pansus RUU BHP. Hal yang
dikhawatirkan, undang-undang baru ini akan membuat biaya pendidikan semakin
mahal dan tidak terakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Anggapan
mahasiswa ini, dikatakan Ketua Pansus RUU BHP Irwan Prayitno, salah besar.
Pendanaan. 20 persen operasional dibiayai pemerintah. Untuk investasi dan
bangunan seluruhnya dibiayai pemerintah. UU BHP juga menetapkan perguruan
tinggi negeri atau PTS wajib memberikan beasiswa sebesar 20 persen dari seluruh
jumlah mahasiswa di lembaganya. Namun, jika ternyata Perguruan Tinggi yang
terkait tidak mempunyai dana yang mencukupi, untuk memberikan beasiswa,
akhirnya dana tersebut akan dibebankan kepada mahasiswa lagi. UU BHP ini akan
menjadi kerangka besar penataan organisasi pendidikan dalam jangka panjang. UU
BHP sendiri saat ini sedang dalam proses mencari input. Jadi, untuk memperkuat
status hukum PT BHMN, ia akan diatur dalam UU BHP.
2.6 Upaya
penanggulangan permasalahan pendidikan :
Beberapa
upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah-masalah pendidikan diantaranya sebagai berikut :
ü Pendidikan
tenaga kependidikan (prajabatan dan dalam jabatan) perlu diberikan pelatihan
khusus untuk menghasilkan guru-guru yang kompeten di bidangnya, oleh karena
tenaga kependidikan khususnya guru menjadi penyebab utama lahirnya sumber daya
manusia yang berkualitas. Misalnya melalui : PKG (Pusat Kegiatan Guru), MGBS
(Musyawarah Guru Bidang Study), dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) perlu
ditumbuhkembangkan terus sebagai model pengembangan kemampuan guru.
ü Penyelesaian
masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi
harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita
tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja,
jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih
rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun sejatinya masih
menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di
daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai.
Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan
anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka
menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak
ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari
masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era
global.
Bab
3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Misi pendidikan
ialah menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan, karena itu pendidikan
selalu menghadapi masalah. Mengenai masalah pedidikan, perhatian pemerintah
kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah
pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang
profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau.
Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk.
Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran
pendidikan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.
Namun
penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara
terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya
menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran
saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan
di Indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan Wajib Belajar Sembilan tahun
sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat
bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan
yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun
mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum
mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila
tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar
dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di
era global.
3.2 Kritik dan Saran
Dewasa
ini permasalahan pendidikan di Indonesia ini terlihat semakin kompleks, untuk
itu sangat diharapkan pemerintah terus meningkatkan upaya pengentasan yang
lebih efektif agar mutu pendidikan di Indonesia ini dapat semakin baik sesuai
dengan yang diharapkan.
Daftar
Pustaka
ü Tirtarahardja,
Umar: Sulo, S. L. La. 2005. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
ü
sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesiahttp://meilanikasim.wordpress.com/2009/03/08/makalah-masalah-pendidikan-di-indonesia/